Selasa, 29 April 2014

Sudah berhasilkah kita menjadi orang tua???




Merujuk pada pola pengasuhan anak yang dicontohkan sahabat Ali bin Abi Thalib ra, “7 tahun pertama perlakukan anak seperti raja. 7 tahun kedua perlakukan anak seperti tawanan, dan 7 tahun ketiga hingga seterusnya perlakukan anak layaknya rekan/sahabat” maka, usia anak 14 tahun ke atas adalah usia dimana ia sudah setengah matang, beranjak dewasa, tapi juga masih perlu kasih sayang. Diusia inilah kebutuhan anak akan sahabat sedang memuncak. Idealnya kitalah selaku orangtuanya yang menjadi sahabat karibnya. Tempatnya berbagi tawa dan tangisnya. Kegagalan orang tua menjadi sahabat anak di masa-masa ini rentan menciptakan celah pada hubungan orang tua-anak hingga jauh ke depannya kelak.
Bab 1 hingga bab 3 dalam buku yang bertajuk “Jadilah Sahabatku,Nak” ini, mengajak kita menginstropeksi diri selaku orang tua. Sejauh mana usaha kita menjadi orang tua, bagaimana perlakuan kita pada anak-anak kita, sekaligus mempertanyakan sudah berhasilkah kita menjadi orang tua. Tentunya keberhasilan menjadi orang tua itu memiliki parameter yang berbeda untuk masing-masing keluarga, berbanding lurus dengan harapan kita terhadap anak dan pola pengasuhan yang kita terapkan.
Sudah mahfum bahwa sebagian orang tua memilih melimpahkan tanggung jawab pendidikan dan pengasuhan anak kepada sekolah-sekolah, pengasuh berlisensi, bahkan kepada neneknya. Seolah tugas utama orang tua semata mencukupi kebutuhan materiil si anak.
Melimpahkan tanggung jawab pendidikan anak kepadapihak lain adalah sebuah bentuk tidak bertanggung jawabnya orang tua. Memang soal pelaku bisa dijalankan orang lain, misalnya sekolah. Tetapi sekolah hanyalah sebagai sarana. Allah SWT tetap akan meminta pertanggungjawaban dari orang tua, bukan gurunya. (hal 10)
Terkadang pula kita sudah merasa benar dalam setiap pola pengasuhan kita, hingga kegagalan seorang anak untuk menjadi seperti anak yang kita inginkan kita jadikan sebagai kegagalan sang anak. Bagaimana jika kita sekali-kali mengevaluasi pola pegasuhan kita sendiri, saat itu tentu kita bisa menjawab pertanyaan “sudah berhasilkah kita menjadi orang tua?”
 Saat itu bisa jadi kita menemukan bahwa kitalah yang gagal mendengarkan keinginan si anak, kitalah yang terlalu menuntut anak, atau bisa jadi kita yang kurang mengawasi dan kurang bersabar terhadap anak kita.
“Betapa banyak orang tua yang siap menjadi suami atau istri. Tetapi masih banyak yang belum siap menjadi orang tua” (hal 102)
Setelah perenungan-perenungan tersebut, bab 4 hingga bab 7 menyediakan beragam solusi dan tips pengasuhan yang bisa kita terapkan pada anak. Dari beberapa kata ajaib, bagaimana berkata-kata singkat namun ditaati oleh anak, hingga bagaimana menjalin persahabatan dengan anak yang sudah menginjak remaja.
Secara keseluruhan buku ini bermanfaat dan bisa menjadi panduan menemukan letak masalah hubungan orang tua-anak. Terlebih dengan beragam contoh kasus yang dijabarkan satu paket dengan solusinya. Hanya saja pemilihan kata yang cenderung berupa kalimat perintah memberi kesan menggurui yang kuat dan seolah menjadikan isi buku ini sebagai satu-satunya panduan yang tepat. Sebagaimana kita ketahui bersama, pola pengasuhan masing-masing keluarga tentu berbeda, pola pengasuhan A yang berhasil baik diterapkan pada keluarga A tidak berarti pola pengauhan serupa akan berhasil sama baiknya jika diterapkan pada keluarga B. Karena karakter anak, orangtuanyalah yang paling tahu bagaimana harus menghadapinya. Dan yang lebih penting, seberapapun baik dan hebatnya sebuah pola pengasuhan, tanpa kesabaran orang tua untuk menerapkannya maka tidak akan dituai hasil yang diharapkan.
Jadi, mari benahi diri kita dan menjadi orang tua yang lebih baik lagi.
 =====================================================


Judul
Jadilah Sahabatku, Nak  
No. ISBN
978-979-1397-54-4 
Penulis
Farida Nur 'aini' 
Penerbit
Tanggal terbit
Oktober - 2009 
Jumlah Halaman
128 hal


Kamis, 24 April 2014

Yang Tercinta: Memberi atau berkorban?





Membaca kisah Yang Tercinta, seolah melihat Bawers (Anggota komunitas Be A Writer) yang tengah bermain peran. Bagaimana tidak, lebih setengah nama tokoh di buku ini adalah nama para Bawers, sebut saja Anik, Rizky, Syifa, Sarah, Yusi, Rifka, dll. Tentu tidak menjadi heran, wong penulisnya ya salah satu Bawers ^_^.

Pada awalnya aku mengira akan disuguhi kisah cinta remaja dengan penuturan bahasa puitis nan mendayu-dayu. Tapi ternyata Nyi PD berhasil menyuguhkan kisah Yang Tercinta ini dengan penuturan yang crunchy